BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kolelilitiasis atau
batu empedu merupakan timbunan Kristal di dalam kandung empedu. Batu empedu
berbentuk lingkaran, oval, dan facet ditemukan pada saluran empedu. Batu empedu
mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, atau gabungan elemen-elemen ini.
(Pierce & Neil, 2007)
Insiden batu empedu meningkat
sesuai usia, karena risiko-risiko berhubungan dengan kolelitiasis. Di As,
>10% laki-laki dan 20% perempuan memiliki batu empedu dengan usia 65 tahun.
Perempuan terhitung hampir 70% dirawat di rumah sakit dengan batu empedu,
meskipun angka kematian mungkin lebih tinggi pada laki-laki. Dua kali lebih
banyak terjadi pada orang Amerika kulit putih dibandingkan dengan orang Amerika
kulit hitam, meskipun batu empedu kurang umum pada kulit hitam, kolelitiasis
menyebabkan perdarahan pada >1/3 orang dengan anemia sel sabit. (Joyce &
Jane, 2014)
Prevalensi batu empedu banyak
kesamaan antara Eropa dan Amerika banyak pengetahuan baru bahwa batu empedu
kolesterol datang dari penelitian Pima perempuan Amerika pribumi di Arizona
selatan-tengah, yang kejadiannya 75% dengan usia >25 tahun. Batu pigmen
dominan di Asia dan Amerika Afrika. (Joyce & Jane, 2014)
Gejala yang umum pada klien
dengan batu empedu adalah nyeri atau kolik bilier, yang disebabkan oleh spasme
atau kram duktus bilier sebagai upaya mengeluarkan batu, mual muntah, dan urin
berwarna gelap.
Pengobatan pada klien dengan
batu empedu dengan terapi nutrisi dan terapi farmakologi. (Joyce & Jane,
2014)
1.2 TUJUAN PENULISAN
Dapat
mengetahui konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada klien batu empedu
1.3 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada klien batu empedu ?
1.4 MANFAAT PENULISAN
Mengembangkan
ilmu keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi Cholelhitiasis (Batu Empedu)
Merupakan timbunan Kristal di
dalam kandung empedu. Batu empedu berbentuk lingkaran, oval, dan facet
ditemukan pada saluran empedu. Batu empedu mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat,
atau gabungan elemen-elemen ini. (Pierce & Neil, 2007)
Kolelitiasis merupakan keadaan
terdapatnya batu pada saluran bilier. (Baradero. M & Siswadi. Y, 2008)
dan saluran empedu
2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti dari
kolelitiasis atau koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalmi supersaturasi menjadi
mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu
pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubrin, yang terjadi ketika
bilirubrin bebas berkombinasi dengan kalsium.(Amin & Hardi, 2016)
2.1.3 Manifestasi Klinis
a) Mungkin tersembunyi, tidak menimbulkan nyeridan
hanya dimanifestasikan dengan gejala GI ringan.
b) Mungkin bersifat akut atau kronis dengan distres
epigastrik (penuh, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas)
dapat terjadi setelah banyak memakan makanan gorengan atau berlemak.
c) Jika duktus sistik terobstruksi, kantung empedu
menjadi terdistensi, meradang, dan pada akhirnya terinfeksi; demam dan massa
abdomen kanan atas yang menyiksa, menyebar ke punggung atau bahu kanan dengan
mual dan muntah beberapa jam setelah makan makanan berat; gelisah, dan nyeri
konstan atau nyeri kolik.
d) Ikterik yang disertai oleh gatal-gatal, pada
kasus obstruksi duktus bilieris komunis, pada sebagian kecil pasien.
e) Urine bewarna sangat gelap, feses bewarna abu-abu
atau seperti tanah liat.
f)
Defisiensi vitamin A,D,E,K
(vitamin larut lemak)
(Baradero.
M & Siswadi. Y, 2008)
2.1.4 Klasifikasi kolelitiasis
Pada kolelitiasis, kalkulus
(batu empedu) biasanya terbuka di kantung empedu dari zat padat empedu dan
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat beragam. Terdapat dua tipe
utama batu empedu: batu pigmen, yang mengandung kelebihan pigmen tak terkonjugasi
tau tak jenuh (unconjugated) didalam empedu, batu kolesterol (bentuk yang lebih
sering), sangat terjadi akibat batu empedu yang tersupersaturasi
dengan kolesterol karena peningkatan sintesis kolesterol dan penurunan sintesis
asam batu empedu yang melarutkan kolesterol. Faktor resiko untu batu pigmen
mencakup jenis kelamin (wanita dua sampai tiga kali lebih cenderung mengalami
batu kolesterol) , penggunaan kontrasepsi
oral,estrogen,dan klofibrat usia (biasanya lebih dari 40 tahun), status
multipara dan obesitas. Terdapat juga peningkatan resiko yang terkait dengan
diabetes penyakit saluran GI, fistula selang T dan reseksi ileum atau pintas
ileum.
Kolesititis,
suatu komplikasi akut dari koletiasis adalah kondidi infeksi akut pada katung
empedu.Sebagain besar pasien koleliatiasis memiliki batu empedu (kolesititis
kalkulus).Sebuah batu empedu
mengobstruksi aliran keluar empedu dan empedu di katung empedu memulai reaksi
kimia, menyebabkan edema, menganggu suplai vaskuler dan gangren. Jika tidak
adan batu empedu, kolesistitis (akalkulus) dapat terjadi setelah pembedahan,
trauma berat, atau luka bakar, atau akibat torsi, obstruksi duktus sistik,
transfuse darah multiple dan infeksi bakteri primer pada kantung empedu.
Infeksi menyebabkan nyeri , nyeri tekan dn rigiditas di abdomen kanan atas
serta disertai dengan mual dan muntah serta tanda-tanda inflamasi yang biasa.
Cairan purulent di dalam kantung empedu mengindikasi empyema pada kantung
empedu. (Baradero.
M & Siswadi. Y, 2008)
Kolelitiasis merupakan adanya
batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol. (Amin & Hardi, 2016)
Menurut gambaran makroskopis
dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 golongan :
1. Batu kolesterol
Berbentuk
oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubinan
(pigmen coklat)
Berwarna
coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium
bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam
Berwarna
hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa
zat hitam yang tak terekstrasi. (Amin & Hardi, 2016)
2.1.5 Pemeriksaan penunjang
1) DPL : komplikasi peradangan
akut, gambaran anemia hemolitik yang mendasari.
2) Ureum dan elektrolit.
3) LFT : pola ikteterus
obstruktif.
4) Foto polos abdomen menunjukkan
hanya 10% dari batu empedu.
5) Ultrasonografi : 90% batu
empedu dapat dideteksi oleh pemeriksaan ultrasonografi. Dapat menilai ukuran
CBD dan kemungkinan terdapatnya batu
empedu.
6) Kadang-kadang dilakukan
pemeriksaan lain seperti kolesistografi oral, kolangiografi, intravena atau
scan HIDA (jika ultrasonografi tidak mungkin dilakukan, misalnya pada pasien
obesitas).
7) Endoscopic
retrograde cholangio pancreatography
(ERCP) pasti terdapat CBD. Memungkinkan pengangkatan batu atau pemasangan stent
sebagai pintas untuk menghindari terjadinya obstruksi akibat batu.
8) EGD : untuk menyingkirkan
kemungkinan PUD sebagai penyebab gejala dari penyakit tanpa kompilkasi.
(Pierce
& Neil , 2007)
2.1.6
Patofisiologi
Pembentukan batu empedu
melibatkan beberapa faktor :
a. Empedu harus menjadi superjenuh
dengan kolesterol atau kalsium
b. Larutan harus mengendap dengan
cepat dari cairan sebagai kristal solid
c.
Kristal
harus datang bersama dan menyatu membentuk batu
Secara umum,
terdapat tiga tipe batu empedu : (1) kolesterol, (2) pigmen, dan (3) campuran.
Oleh karena itu insiden pembentukan batu murni
jarang, batu umumnya diklasifikasikan oleh substansi utama.Batu
kolesterol adalah tipe paling umum; insiden meningkat dengan usia, dan
prevalensi lebih tinggi pada wanita. Batu biasanya halus dan kuning
keputih-putihan sampai cokelat. Batu pigmen mungkin hitam (berhubungan dengan
infeksi di dalam sistem bilier). Batu campuran mungkin kombinasi dari batu
kolesterol dan pigmen atau keduanya dengan beberapa bahan lain. Kalsium
karbonat, fosfat, garam empedu, dan palmitat merupakan unsure minor paling
sering. Banyak batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu, tapi batu mungkin
juga terbentuk di dalam duktus atau duktus hepatikdari hati. Insiden sebenarnya
tidak diketahui, namun, karena beberapa batu tidak menyebabkan gejala dan batu
lolos melalui duktus ke dalam usus tidak tercatat. Adakalanya, batu dikeluarkan
ke dalam usus kecil. Jika batu cukup besar, batu dapat menyumbatileum yang
sempit di bagian terminal, menyebabkan ileus batu empedu. Temuan patologis
merupakan interpretasi terbaik dari gejala klinis penyakit, yang akut atau
kronis. Sejak klien menjadi simtomatik, penatalaksanaan dan tindak lanjut
merupakan hal penting untuk mencegah perkembangan kea rah lebih berat,
kadang-kadang fatal, komplikasi dari penyakit kandung empedu. Sekitar sepertiga
komplikasi ini menyebabkan perforasi, yang terjadi ketika daerah gangren
menjadi nekrotik dan empedu pecah masuk ke dalam ruang peritoneum. Angka
kematian sekitar 20% untuk peritonitis dengan distribusi sistemik pepsin.
(Joyce & Jane, 2014)
2.1.7
Penatalaksanaan medis
Sasaran utama terapi medis adalah mengurangi insidensi episode nyeri akut
kantung empefu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diet dan
jika memungkinkan, menghilangkan penyebabnya engan menggunakan farmakoterapi,
prosedur endoskopik atau interview bedah. (Brunner & Suddarth, 2013)
a) Terapi nutrisi dan suportif
1. Capai dengan istirahat ,cairan IV, pengisapan
nasogastric, analgesik, dan antibiotic.
2. Diet segera setelah episode biasanya berupa
rendah lemak dengan protein dan karbonhidrat tinggi di lanjutkan dengan makanan
padat yang lembut, hindarii telur, krim, babi, makanan gorengan,keju,rich
dressings, sayuran pembentuk gas dan alcohol.
b) Terapi farmakologis
1. Asam ursodeoksikolat (UDCA[urso, actigal]) dan
asam kenodioksikolat (knodiol atau CDCA [chenix]) efektif dalam melarutkan batu
kolestrol primer.
2. Pasien dengan gejala signifikan dan sering
sumbatan duktus kistik atau batu pigmen bukan merupakan kandikdat untuk terapi
UDCA.
c) Pengangkatan batu empedu secara non bedah
Selain dengan melarutkan batu
empedu, batu empedu dapat di keluarkan dengan instrument lain
(misalnya,katateter dan instrument yang di lengkapi keranjang di susupkan ke
saluran selang T atau vistula yang di bentuk pada saat pemasangan selang T,
endoskopi ERCP), litotripsi intrakorporeal (denyut nadi laser), atau terapi
gelombang syok estrakorporeal (litotripsi atau litotripsi gelombang syok
estrakorporeal ESWl).
Penatalaksanaan beda
Tujuan pembedaan adalah untuk
meredakan gejala yang persisten,untuk menghilangkan penyebebab kolikbilier,dan
untuk mengatasi kolesistitis akut.
1. Kolesistektomi laparoskopik: dilakukan melalui
insisi atau tusukan kecil yang di buat menembus dinding abdomen di umbilicus.
2. Kolesistektomi : kantong empedu di keluarkan
melalui sebuah insisi abdomen (biasanya subkosta kanan) setelah ligase
duktuskistik dan arteria.
3. Minikolesistektomi: kantong emepedu di keluarkan
melalui sebuah insisi kecil
4. Kolesistostomi (beda atau perkutan): kantong
empedu di buka,dan batu ,empedu, atau drainase purulent di keluarkan.
(Brunner & Suddarth, 2013)
2.2
Konsep medis
2.2.1
Pengkajian
Pengkajian dan metode diagnostik
1.
Kolesistigram, kolngiogram
arteriografi aksis seliak.
2.
Laparoskopi.
3.
Ultrasonografi EUS.
4.
Pemindaian CT heliks dan MRI
ERCP.
5.
Fosfatase alkalin serum
gamma-glutamil (GGT), gamma-glutamil transpeptidase (GGTP), LDH.
6.
Kadar kolesterol.
Proses keperawatan
Pasien menjalani kolesistektomi.
Pengkajian:
1. Kaji riwayat kesesahatan : catat riwayat merokok
atau masalah pernafasan sebelumnya.
2. Kaji status pernfasan: catat pernafsan dangkal,
batuk persisten, atau bunyi nafas yang terefektif atau adventitial.
3. Evaluasi status nutrisi ( riwayat diet,
pemeriksaan umum,dan hasil pemeriksaan laboratorium).
2.2.2 Diagnosis keperawatan
1. Nyeri akut dan tidak kenyamana yang berhubunang
dengan insisi bedah
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
bedah abdomen
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
drainase bilier setelah insisi bedah
4. Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidak adekuatan tubuh dengan sekresi
empedu
5. Defesiensi pengetahuan mengenai aktivitas
keperawatan diri yang berhubungan dengan perawatan insisi ,modifikasi diet (
jika perlu),medikasi,tanda atau gejala yang dilaporkan
(demam,pendarahan,muntah)
Masalah kolaboratif atau
komplikasi potensial
1. Pendarahan.
2. Gejala gastrointestinal.
2.2.3 Perencanaan dan tujuan
Tujuan mencakup nyeri reda,
ventilasi adekuat, kulit utuh dan drainase bilier membaik, asupan nutrisi
optimal, tidak ada komplikasi dan pemahaman tentang rutinitas perawatan diri.
Intervensi keperawatan :
pascaoperasi
1. Letakkan pasien dalam posisi Flower rendah.
2. Berikan cairan IV dan lakukan pengisapan
nasogastric.
3. Berikan air dan cairan lain serta diet lunak
setelah bising usus kembali terdengar.
Meredakan nyeri
1. Berikan agens analgesik sesuai program.
2. Bantu pasien berpindah, bantuk, bernafas dalam,
dan melakukan ambulasi sesuai indikasi.
3. Instruksi pasien untuk menggunakan bantal atau
kain pengikat untuk membebat insisi.
Meningkatkan status pernafasan
1. Ingatkan pasien untuk mengambil napas dalam dan
bantuk setiap jam, untuk mengembangkan paru secara komplet dan mencegah atelectasis;tingkatkan
ambulasi sejak dini.
2. Patau pasien lansia dan obes dan mereka yang
sebelumnya telah menderita penyakit paru yang paling mungkin mengalami masalah
pernafasan.
Mempertahankan integritas
kulit dan meningkatkan drainase bilier
1. Hubungkan slang ke wadah drainase serta
fiksasikan slang untuk mencegah slang tertekuk (tinggikan diatas abdomen).
2. Letakkan kantung drainase di dalam kantung baju
pasien ketika berjalan.
3. Patau indikasi infeksi, kebocoran cairan empedu
dan obstruksi drainase empedu.
4. Pantau adanya ikterik (periksa sklera).
5. Perhatikan dan laporkan nyeri abdomen di kuadran
kanan atas, mual dan muntah, drainase, feses berwarna seperti lempung, dan
perubahan tanda-tanda vital.
6. Ganti balutan dengan sering, gunakan salep
melindungi kulit dari iritasi.
7. Ukur empedu yang ditampung setiap 24 jam ;
dokumentasikan jumlah, warna dan karakter drainase.
8. Buat catatan asupan dan haluaran cairan secara
cermat.
Meningkatkan status nutrisi
Dorong pasien untuk
mengonsumsi diet yang rendah lemak dan tinggi karbohidrat dan protein segera
setelah pembedahan. Pada saat pulang, anjurkan pasien untuk menerapkan diet
bernutrisi dan menghindari lemak yang berlebihan ; pembatasan lemak biasanya
dilakukan dalam 4 hingga 6 minggu.
Memantau dan menangani komplikasi
1. Perdarahan : Kaji secara periodic peningkatan
nyeri tekan dan rigiditas abdomen dan laporkan; instruksikan pasien dan
keluarga untuk melaporkan perubhan warna feses. Pantau tanda-tanda vital secara
ketat. Inspeksi inisisi untuk mendeteksi adanya pendarahan.
2. Gejala gastrointestinal : Kaji kehilangan nafsu
makan, mutah, nyeri, distensi abdomen, dan peningkatan suhu tubuh ; segera
laporkan dan instruksikan pasien dan keluarga untuk melaporkan gejala dengan
segera; berikan penguatan tertulis mengenai instruksi verbal.
Meningkatkan Asuhan di Rumah
dan di Komunitas
MENGAJARKAN TENTANG PERAWATAN
DIRI PASIEN
1. Ajarkan tentang medikasi dan kerjanya.
2. Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada
dokter mengenai gejala ikterik, urine berwarna gelap, fese pucat, pruritus atau
tanda-tanda inflamasi dan infeksi (misalnya , nyeri atau abdomen).
3. Intruksi pasien, secara lisan maupun tulisan,
tentang perawatan slang drainase dan laporkan ke dokter dengan segera tentang
perubahan jumlah atau karateristik drainase.
4. Rujuk pasien untuk mendapatkan perawatan dirumah
(home care) jika perlu.
5. Tekankan pentingnya memenuhi janji kunjungan
tindak lanjut.
2.2.4 Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan
untuk pasien
1. Melaporkan penurunan nyeri.
2. Menunjukkan fungsi pernafasan yang tepat.
3. Memperlihatkan integritas kulit yang normal di
sekitar area drainse bilier.
4. Pulih dari intolerasi diet.
5. Tidak mengalami komplikasi.
BAB 3
KASUS
Pada tanggal 17 November 2017
Ny.L datang ke UGD RS.Lavalette didampingi keluarganya dengan keluhan mual muntah,
nafsu makan menurun, nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas ,
seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri
berkurang apabila dibuat tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah
jika melakukan aktivitas dan makan, saat ditanya mengenai penyebab nyeri klien
mengatakan bahwa 2 hari yang lalu klien mengangkat beban berat. Berdasarkan
pengamatan perawat didapatkan tanda-tanda vital 100/70 mmHg, suhu 38Ëšc, nadi
98×/menit, pernafasan 20×/menit, terdapat pus pada abdomen post op, kulit
kemerahan, dan teraba hangat berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit (13.000/mm3), hematokrit (70%), hemogoblin 20gr/dl.
I.
Keluhan
utama :
mual muntah, nafsu makan
menurun, nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas , seperti
ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri berkurang
apabila dibuat tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah jika
melakukan aktivitas dan makan, saat ditanya klien tidak tahu penyebab kenapa
nyeri yang dirasakannya.
II.
Saat
pengkajian :
Klien
masih mual muntah, nafsu makan menurun berat badan menurun, klien tidak
menghabiskan makanannya, klien juga masih nyeri pada luka post op, badan terasa
panas, Klien tampak menahan sakit, dan memegangi daerah nyerinya.
III.
Pola
nutrisi
Sebelum sakit klien makan
3×/hari, makan selalu dihabiskan. Selama sakit hanya makan 1×/hari dan tidak
dihabiskan
IV.
Pemeriksaan
fisik
1. Tingkat kesadaran : composmentis (E4, V5, M6)
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah
100 /70 mmHg, suhu 37˚c, nadi 98×/menit, pernafasan 20×/menit
3. Antopometri : tinggi badan (150
cm), berat badan (39kg)

BB sebelum sakit 45 kg
BB selama sakit 39 kg
4. Abdomen : asimetris pada luka bekas post op,
luka kemerahan, dan teraba hangat.
BAB 4
ANALISA DATA
4.1
Aplikasi asuhan keperawatan
4.1.1 Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
keperawatan
|
1.
|
Ds :
Klien
mengatakan mual muntah, nafsu makan menurun,
Do
: Keadaan umum lemah
Penurunan
berat badan, sebelumnya dari 45 kg, menjadi 39 kg
IMT = (39/150²)
= 17,3
hematokrit
(70%), hemogoblin 20gr/dl.
|
Kurang
asupan makanan
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
2.
|
Ds
:
Klien
mengatakan
nyeri
pada perut post op di daerah kuadran kanan atas , seperti ditusuk-tusuk,
nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri berkurang apabila dibuat
tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah jika melakukan aktivitas
dan makan.
klien
mengatakan bahwa 2 hari yang lalu klien mengangkat beban berat
Do
: Keadaan umum lemah
Klien
tampak menahan sakit, dan memegangi daerah nyerinya.
|
Agen
cedera fisik
|
Nyeri
akut
|
3.
|
Ds
:
Klien
mengatakan badan terasa panas, nyeri pada perut post op di daerah kuadran
kanan atas
Do
:
Suhu
38Ëšc
Terdapat
pus pada abdomen post op, kulit kemerahan, dan teraba hangat berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (13.000/mm3)
|
Pertahanan
tubuh sekunder tidak adekuat
|
Resiko
infeksi
|
4.1.2 Diagnosa Keperawatan
No.
|
Diagnosa keperawatan menurut prioritas
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
|
2.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder
tidak adekuat
|
3.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan
|
4.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
1.
|
Nyeri akut
|
Setelah dilakukan perawatan 1×24 jam diharapkan nyerinya
dapat teratasi
Kriteria hasil :
1.Skala nyeri 2-3
2.Wajah klien tampak tidak meringis
3.Klien tidak memegang daerah nyeri
NOC : Kontrol Nyeri
1.Mengenali kapan nyeri terjadi
2.Menggambarkan faktor penyebab
3.Menggunakan tindakan pencegahan
4.Menggunakan tindakan pengurangan {nyeri} tanpa analgesic
5.Menggunakan analgesic yang direkomendasikan
|
NIC : Manajemen Nyeri
1.Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi,
karakteristik, frekuensi, kualitas, intensitas, beratnya nyeri, dan faktor
pencetus)
2.Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan
nyeri, sesuai dengan kebutuhan
3.Pastikan perawatan anakgesik bagi pasien dengan
pemantauan yang ketat
4.Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab dan
lama nyeri
5.Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan untuk memilih dan megimplementasikan tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai kebutuhan.
|
2.
|
Resiko infeksi
|
Setelah dilakukan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
masalah infeksi dapat teratasi
Kriteria hasil :
1.Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.Jumlah leukosit dalam jumlah normal
NOC : Keparahan Infeksi
1.Kemerahan
2.Demam
3.Hilang nafsu makan
4.Peningkatan jumlah sel darah putih
5.Depresi jumlah sel darah putih
|
NIC : Kontrol infeksi
1.Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
2.Pertahankan teknik isolasi
3.Batasi pengunjung bila perlu
4.Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk mencuci tangan
|
3.
1.
|
Resiko infeksi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam
diharapkan klien mampu :
kriteria hasil :
1.
Klien bebas dari tanda gejala infeksi
2.
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
3.
Jumlah leukosit dalam batas normal
|
NIC : Kontrol infeksi
1.Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
2.Pertahankan teknik isolasi
3.Batasi pengunjung bila perlu
4.Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk mencuci tangan
|
BAB
5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan Cholelithiasis
merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam
kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan
suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica
fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada
wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,diet
tinggi lemak dan genetik.
5.2 Saran
Saran
Dari
penjelasan mengenai konsep Infeksi kolelitiasis
beserta konsep asuhan keperawatan diharapkan pembaca dapat memahaminya,
sehingga pembaca dapat memperluas pengetahuan serta dapat memahami dan dapat
menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat menegakkan asuhan keperawatan
yang profesional.
Daftar
pustaka
Pierce A. Grace & Neil R.Borley.
(2006). At Glace Ilmu Bedah. (ed.3).
Penerbit Erlangga.
Davey, P. (2006). At Glace Medicine. Penerbit Erlangga.
O’callaghan, C.A. (2007). At Glance Sistem Ginjal. (ed.3).
Penerbit Erlangga.
Greenberg. (2007). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. (jil.1). Penerbit Erlangga.
Joyce M.Black & Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit
ELSEVIER
Diagnosis Keperawatan,(2015-2017)
edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Nursing Outcomes Classification,
5th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER.
Nursing Interventions Classification,
6th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar