Senin, 26 Maret 2018

makalah dan askep kolelitiasis (batu empedu)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kolelilitiasis atau batu empedu merupakan timbunan Kristal di dalam kandung empedu. Batu empedu berbentuk lingkaran, oval, dan facet ditemukan pada saluran empedu. Batu empedu mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, atau gabungan elemen-elemen ini. (Pierce & Neil, 2007)
Insiden batu empedu meningkat sesuai usia, karena risiko-risiko berhubungan dengan kolelitiasis. Di As, >10% laki-laki dan 20% perempuan memiliki batu empedu dengan usia 65 tahun. Perempuan terhitung hampir 70% dirawat di rumah sakit dengan batu empedu, meskipun angka kematian mungkin lebih tinggi pada laki-laki. Dua kali lebih banyak terjadi pada orang Amerika kulit putih dibandingkan dengan orang Amerika kulit hitam, meskipun batu empedu kurang umum pada kulit hitam, kolelitiasis menyebabkan perdarahan pada >1/3 orang dengan anemia sel sabit. (Joyce & Jane, 2014)
Prevalensi batu empedu banyak kesamaan antara Eropa dan Amerika banyak pengetahuan baru bahwa batu empedu kolesterol datang dari penelitian Pima perempuan Amerika pribumi di Arizona selatan-tengah, yang kejadiannya 75% dengan usia >25 tahun. Batu pigmen dominan di Asia dan Amerika Afrika. (Joyce & Jane, 2014)
Gejala yang umum pada klien dengan batu empedu adalah nyeri atau kolik bilier, yang disebabkan oleh spasme atau kram duktus bilier sebagai upaya mengeluarkan batu, mual muntah, dan urin berwarna gelap.
Pengobatan pada klien dengan batu empedu dengan terapi nutrisi dan terapi farmakologi. (Joyce & Jane, 2014)

1.2 TUJUAN PENULISAN
Dapat mengetahui konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada klien batu empedu

1.3 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada klien batu empedu ?

1.4 MANFAAT PENULISAN
Mengembangkan ilmu keperawatan


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi Cholelhitiasis (Batu Empedu)
Merupakan timbunan Kristal di dalam kandung empedu. Batu empedu berbentuk lingkaran, oval, dan facet ditemukan pada saluran empedu. Batu empedu mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, atau gabungan elemen-elemen ini. (Pierce & Neil, 2007)
Kolelitiasis merupakan keadaan terdapatnya batu pada saluran bilier. (Baradero. M & Siswadi. Y, 2008)
            Gambar 2.1 Batu empedu pada kantung
dan saluran empedu         
Gambar 2.2 Letak kantung empedu


2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti dari kolelitiasis atau koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalmi supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubrin, yang terjadi ketika bilirubrin bebas berkombinasi dengan kalsium.(Amin & Hardi, 2016)
2.1.3 Manifestasi Klinis
a)    Mungkin tersembunyi, tidak menimbulkan nyeridan hanya dimanifestasikan dengan gejala GI ringan.
b)  Mungkin bersifat akut atau kronis dengan distres epigastrik (penuh, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas) dapat terjadi setelah banyak memakan makanan gorengan atau berlemak.
c)  Jika duktus sistik terobstruksi, kantung empedu menjadi terdistensi, meradang, dan pada akhirnya terinfeksi; demam dan massa abdomen kanan atas yang menyiksa, menyebar ke punggung atau bahu kanan dengan mual dan muntah beberapa jam setelah makan makanan berat; gelisah, dan nyeri konstan atau nyeri kolik.
d)  Ikterik yang disertai oleh gatal-gatal, pada kasus obstruksi duktus bilieris komunis, pada sebagian kecil pasien.
e)     Urine bewarna sangat gelap, feses bewarna abu-abu atau seperti tanah liat.
f)       Defisiensi vitamin A,D,E,K (vitamin larut lemak)
(Baradero. M & Siswadi. Y, 2008)

2.1.4 Klasifikasi kolelitiasis
Pada kolelitiasis, kalkulus (batu empedu) biasanya terbuka di kantung empedu dari zat padat empedu dan memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat beragam. Terdapat dua tipe utama batu empedu: batu pigmen, yang mengandung kelebihan pigmen tak terkonjugasi tau tak jenuh (unconjugated) didalam empedu, batu kolesterol (bentuk yang lebih sering), sangat terjadi akibat batu empedu yang tersupersaturasi dengan kolesterol karena peningkatan sintesis kolesterol dan penurunan sintesis asam batu empedu yang melarutkan kolesterol. Faktor resiko untu batu pigmen mencakup jenis kelamin (wanita dua sampai tiga kali lebih cenderung mengalami batu kolesterol) , penggunaan kontrasepsi  oral,estrogen,dan klofibrat usia (biasanya lebih dari 40 tahun), status multipara dan obesitas. Terdapat juga peningkatan resiko yang terkait dengan diabetes penyakit saluran GI, fistula selang T dan reseksi ileum atau pintas ileum.
                Kolesititis, suatu komplikasi akut dari koletiasis adalah kondidi infeksi akut pada katung empedu.Sebagain besar pasien koleliatiasis memiliki batu empedu (kolesititis kalkulus).Sebuah  batu empedu mengobstruksi aliran keluar empedu dan empedu di katung empedu memulai reaksi kimia, menyebabkan edema, menganggu suplai vaskuler dan gangren. Jika tidak adan batu empedu, kolesistitis (akalkulus) dapat terjadi setelah pembedahan, trauma berat, atau luka bakar, atau akibat torsi, obstruksi duktus sistik, transfuse darah multiple dan infeksi bakteri primer pada kantung empedu. Infeksi menyebabkan nyeri , nyeri tekan dn rigiditas di abdomen kanan atas serta disertai dengan mual dan muntah serta tanda-tanda inflamasi yang biasa. Cairan purulent di dalam kantung empedu mengindikasi empyema pada kantung empedu. (Baradero. M & Siswadi. Y, 2008)
Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Amin & Hardi, 2016)
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 golongan :
1.       Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
2.       Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama.
3.       Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstrasi. (Amin & Hardi, 2016)        
2.1.5 Pemeriksaan penunjang
1)       DPL : komplikasi peradangan akut, gambaran anemia hemolitik yang mendasari.
2)       Ureum dan elektrolit.
3)       LFT : pola ikteterus obstruktif.
4)       Foto polos abdomen menunjukkan hanya 10% dari batu empedu.
5)       Ultrasonografi : 90% batu empedu dapat dideteksi oleh pemeriksaan ultrasonografi. Dapat menilai ukuran CBD dan kemungkinan terdapatnya  batu empedu.
6)       Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan lain seperti kolesistografi oral, kolangiografi, intravena atau scan HIDA (jika ultrasonografi tidak mungkin dilakukan, misalnya pada pasien obesitas).
7)       Endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) pasti terdapat CBD. Memungkinkan pengangkatan batu atau pemasangan stent sebagai pintas untuk menghindari terjadinya obstruksi akibat batu.
8)       EGD : untuk menyingkirkan kemungkinan PUD sebagai penyebab gejala dari penyakit tanpa kompilkasi.
(Pierce & Neil , 2007)




2.1.6 Patofisiologi
Pembentukan batu empedu melibatkan beberapa faktor :
a.       Empedu harus menjadi superjenuh dengan kolesterol atau kalsium
b.       Larutan harus mengendap dengan cepat dari cairan sebagai kristal solid
c.        Kristal harus datang bersama dan menyatu membentuk batu
Secara umum, terdapat tiga tipe batu empedu : (1) kolesterol, (2) pigmen, dan (3) campuran. Oleh karena itu insiden pembentukan batu murni  jarang, batu umumnya diklasifikasikan oleh substansi utama.Batu kolesterol adalah tipe paling umum; insiden meningkat dengan usia, dan prevalensi lebih tinggi pada wanita. Batu biasanya halus dan kuning keputih-putihan sampai cokelat. Batu pigmen mungkin hitam (berhubungan dengan infeksi di dalam sistem bilier). Batu campuran mungkin kombinasi dari batu kolesterol dan pigmen atau keduanya dengan beberapa bahan lain. Kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan palmitat merupakan unsure minor paling sering. Banyak batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu, tapi batu mungkin juga terbentuk di dalam duktus atau duktus hepatikdari hati. Insiden sebenarnya tidak diketahui, namun, karena beberapa batu tidak menyebabkan gejala dan batu lolos melalui duktus ke dalam usus tidak tercatat. Adakalanya, batu dikeluarkan ke dalam usus kecil. Jika batu cukup besar, batu dapat menyumbatileum yang sempit di bagian terminal, menyebabkan ileus batu empedu. Temuan patologis merupakan interpretasi terbaik dari gejala klinis penyakit, yang akut atau kronis. Sejak klien menjadi simtomatik, penatalaksanaan dan tindak lanjut merupakan hal penting untuk mencegah perkembangan kea rah lebih berat, kadang-kadang fatal, komplikasi dari penyakit kandung empedu. Sekitar sepertiga komplikasi ini menyebabkan perforasi, yang terjadi ketika daerah gangren menjadi nekrotik dan empedu pecah masuk ke dalam ruang peritoneum. Angka kematian sekitar 20% untuk peritonitis dengan distribusi sistemik pepsin. (Joyce & Jane, 2014)
2.1.7 Penatalaksanaan medis
Sasaran utama terapi medis adalah mengurangi insidensi episode nyeri akut kantung empefu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diet dan jika memungkinkan, menghilangkan penyebabnya engan menggunakan farmakoterapi, prosedur endoskopik atau interview bedah. (Brunner & Suddarth, 2013)
a)       Terapi nutrisi dan suportif
1.       Capai dengan istirahat ,cairan IV, pengisapan nasogastric, analgesik, dan antibiotic.
2.       Diet segera setelah episode biasanya berupa rendah lemak dengan protein dan karbonhidrat tinggi di lanjutkan dengan makanan padat yang lembut, hindarii telur, krim, babi, makanan gorengan,keju,rich dressings, sayuran pembentuk gas dan alcohol.

b)       Terapi farmakologis
1.       Asam ursodeoksikolat (UDCA[urso, actigal]) dan asam kenodioksikolat (knodiol atau CDCA [chenix]) efektif dalam melarutkan batu kolestrol primer.
2.       Pasien dengan gejala signifikan dan sering sumbatan duktus kistik atau batu pigmen bukan merupakan kandikdat untuk terapi UDCA.
c)       Pengangkatan batu empedu secara non bedah
Selain dengan melarutkan batu empedu, batu empedu dapat di keluarkan dengan instrument lain (misalnya,katateter dan instrument yang di lengkapi keranjang di susupkan ke saluran selang T atau vistula yang di bentuk pada saat pemasangan selang T, endoskopi ERCP), litotripsi intrakorporeal (denyut nadi laser), atau terapi gelombang syok estrakorporeal (litotripsi atau litotripsi gelombang syok estrakorporeal ESWl).
Penatalaksanaan beda
Tujuan pembedaan adalah untuk meredakan gejala yang persisten,untuk menghilangkan penyebebab kolikbilier,dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
1.       Kolesistektomi laparoskopik: dilakukan melalui insisi atau tusukan kecil yang di buat menembus dinding abdomen di umbilicus.
2.       Kolesistektomi : kantong empedu di keluarkan melalui sebuah insisi abdomen (biasanya subkosta kanan) setelah ligase duktuskistik dan arteria.
3.       Minikolesistektomi: kantong emepedu di keluarkan melalui sebuah insisi kecil
4.       Kolesistostomi (beda atau perkutan): kantong empedu di buka,dan batu ,empedu, atau drainase purulent di keluarkan.
(Brunner & Suddarth, 2013)
2.2 Konsep medis
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dan metode diagnostik
1.      Kolesistigram, kolngiogram arteriografi aksis seliak.
2.      Laparoskopi.
3.      Ultrasonografi EUS.
4.      Pemindaian CT heliks dan MRI ERCP.
5.      Fosfatase alkalin serum gamma-glutamil (GGT), gamma-glutamil transpeptidase (GGTP), LDH.
6.      Kadar kolesterol.



Proses keperawatan
Pasien menjalani kolesistektomi.
Pengkajian:
1.       Kaji riwayat kesesahatan : catat riwayat merokok atau masalah pernafasan sebelumnya.
2.       Kaji status pernfasan: catat pernafsan dangkal, batuk persisten, atau bunyi nafas yang terefektif atau adventitial.
3.       Evaluasi status nutrisi ( riwayat diet, pemeriksaan umum,dan hasil pemeriksaan laboratorium).
2.2.2 Diagnosis keperawatan
1.       Nyeri akut dan tidak kenyamana yang berhubunang dengan insisi bedah
2.       Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan bedah abdomen
3.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan drainase bilier setelah insisi bedah
4.       Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidak adekuatan tubuh dengan sekresi empedu
5.       Defesiensi pengetahuan mengenai aktivitas keperawatan diri yang berhubungan dengan perawatan insisi ,modifikasi diet ( jika perlu),medikasi,tanda atau gejala yang dilaporkan (demam,pendarahan,muntah)
Masalah kolaboratif atau komplikasi potensial
1.       Pendarahan.
2.       Gejala gastrointestinal.
2.2.3 Perencanaan dan tujuan
Tujuan mencakup nyeri reda, ventilasi adekuat, kulit utuh dan drainase bilier membaik, asupan nutrisi optimal, tidak ada komplikasi dan pemahaman tentang rutinitas perawatan diri.
Intervensi keperawatan : pascaoperasi
1.       Letakkan pasien dalam posisi Flower rendah.
2.       Berikan cairan IV dan lakukan pengisapan nasogastric.
3.       Berikan air dan cairan lain serta diet lunak setelah bising usus kembali terdengar.
Meredakan nyeri
1.       Berikan agens analgesik sesuai program.
2.       Bantu pasien berpindah, bantuk, bernafas dalam, dan melakukan ambulasi sesuai indikasi.
3.       Instruksi pasien untuk menggunakan bantal atau kain pengikat untuk membebat insisi.
Meningkatkan status pernafasan
1.       Ingatkan pasien untuk mengambil napas dalam dan bantuk setiap jam, untuk mengembangkan paru secara komplet dan mencegah atelectasis;tingkatkan ambulasi sejak dini.
2.       Patau pasien lansia dan obes dan mereka yang sebelumnya telah menderita penyakit paru yang paling mungkin mengalami masalah pernafasan.
Mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan drainase bilier
1.       Hubungkan slang ke wadah drainase serta fiksasikan slang untuk mencegah slang tertekuk (tinggikan diatas abdomen).
2.       Letakkan kantung drainase di dalam kantung baju pasien ketika berjalan.
3.       Patau indikasi infeksi, kebocoran cairan empedu dan obstruksi drainase empedu.
4.       Pantau adanya ikterik (periksa sklera).
5.       Perhatikan dan laporkan nyeri abdomen di kuadran kanan atas, mual dan muntah, drainase, feses berwarna seperti lempung, dan perubahan tanda-tanda vital.
6.       Ganti balutan dengan sering, gunakan salep melindungi kulit dari iritasi.
7.       Ukur empedu yang ditampung setiap 24 jam ; dokumentasikan jumlah, warna dan karakter drainase.
8.       Buat catatan asupan dan haluaran cairan secara cermat.
Meningkatkan status nutrisi
Dorong pasien untuk mengonsumsi diet yang rendah lemak dan tinggi karbohidrat dan protein segera setelah pembedahan. Pada saat pulang, anjurkan pasien untuk menerapkan diet bernutrisi dan menghindari lemak yang berlebihan ; pembatasan lemak biasanya dilakukan dalam 4 hingga 6 minggu.
Memantau dan menangani komplikasi
1.       Perdarahan : Kaji secara periodic peningkatan nyeri tekan dan rigiditas abdomen dan laporkan; instruksikan pasien dan keluarga untuk melaporkan perubhan warna feses. Pantau tanda-tanda vital secara ketat. Inspeksi inisisi untuk mendeteksi adanya pendarahan.
2.       Gejala gastrointestinal : Kaji kehilangan nafsu makan, mutah, nyeri, distensi abdomen, dan peningkatan suhu tubuh ; segera laporkan dan instruksikan pasien dan keluarga untuk melaporkan gejala dengan segera; berikan penguatan tertulis mengenai instruksi verbal.




Meningkatkan Asuhan di Rumah dan di Komunitas
MENGAJARKAN TENTANG PERAWATAN DIRI PASIEN
1.       Ajarkan tentang medikasi dan kerjanya.
2.       Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada dokter mengenai gejala ikterik, urine berwarna gelap, fese pucat, pruritus atau tanda-tanda inflamasi dan infeksi (misalnya , nyeri atau abdomen).
3.       Intruksi pasien, secara lisan maupun tulisan, tentang perawatan slang drainase dan laporkan ke dokter dengan segera tentang perubahan jumlah atau karateristik drainase.
4.       Rujuk pasien untuk mendapatkan perawatan dirumah (home care) jika perlu.
5.       Tekankan pentingnya memenuhi janji kunjungan tindak lanjut.

2.2.4 Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien
1.       Melaporkan penurunan nyeri.
2.       Menunjukkan fungsi pernafasan yang tepat.
3.       Memperlihatkan integritas kulit yang normal di sekitar area drainse bilier.
4.       Pulih dari intolerasi diet.
5.       Tidak mengalami komplikasi.

















BAB 3
KASUS
Pada tanggal 17 November 2017 Ny.L datang ke UGD RS.Lavalette didampingi keluarganya dengan keluhan mual muntah, nafsu makan menurun, nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas , seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri berkurang apabila dibuat tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah jika melakukan aktivitas dan makan, saat ditanya mengenai penyebab nyeri klien mengatakan bahwa 2 hari yang lalu klien mengangkat beban berat. Berdasarkan pengamatan perawat didapatkan tanda-tanda vital 100/70 mmHg, suhu 38˚c, nadi 98×/menit, pernafasan 20×/menit, terdapat pus pada abdomen post op, kulit kemerahan, dan teraba hangat berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (13.000/mm3), hematokrit (70%), hemogoblin 20gr/dl.
I.                     Keluhan utama :
mual muntah, nafsu makan menurun, nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas , seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri berkurang apabila dibuat tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah jika melakukan aktivitas dan makan, saat ditanya klien tidak tahu penyebab kenapa nyeri yang dirasakannya.
II.                    Saat pengkajian :
Klien masih mual muntah, nafsu makan menurun berat badan menurun, klien tidak menghabiskan makanannya, klien juga masih nyeri pada luka post op, badan terasa panas, Klien tampak menahan sakit, dan memegangi daerah nyerinya.
III.                  Pola nutrisi
Sebelum sakit klien makan 3×/hari, makan selalu dihabiskan. Selama sakit hanya makan 1×/hari dan tidak dihabiskan
IV.                 Pemeriksaan fisik
1.       Tingkat kesadaran              : composmentis (E4, V5, M6)
2.       Tanda-tanda vital                                : tekanan darah 100 /70 mmHg, suhu 37Ëšc, nadi 98×/menit, pernafasan 20×/menit
3.       Antopometri                          : tinggi badan (150 cm), berat badan (39kg)
  IMT (BB/TB)²           (39/150²) = 17,3
  BB sebelum sakit 45 kg
  BB selama sakit 39 kg
4.       Abdomen                              : asimetris pada luka bekas post op, luka kemerahan, dan teraba  hangat.

BAB 4
ANALISA DATA
4.1    Aplikasi asuhan keperawatan
4.1.1 Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
1.
Ds :
Klien mengatakan mual muntah, nafsu makan menurun,
Do : Keadaan umum lemah
Penurunan berat badan, sebelumnya dari 45 kg, menjadi 39 kg
IMT = (39/150²) = 17,3
hematokrit (70%), hemogoblin 20gr/dl.


Kurang asupan makanan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.

Ds :
Klien mengatakan
nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas , seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan skala nyeri 5, nyeri berkurang apabila dibuat tidur terlentang dan semifowler dan nyeri bertambah jika melakukan aktivitas dan makan.
klien mengatakan bahwa 2 hari yang lalu klien mengangkat beban berat
Do : Keadaan umum lemah
Klien tampak menahan sakit, dan memegangi daerah nyerinya.





Agen cedera fisik

Nyeri akut









3.






Ds :
Klien mengatakan badan terasa panas, nyeri pada perut post op di daerah kuadran kanan atas







Do :
Suhu 38Ëšc
Terdapat pus pada abdomen post op, kulit kemerahan, dan teraba hangat berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (13.000/mm3)

Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat

Resiko infeksi


4.1.2 Diagnosa Keperawatan

No.

Diagnosa keperawatan menurut prioritas

1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2.

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat

3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan

4.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No.
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Intervensi
(NIC)

1.

Nyeri akut

Setelah dilakukan perawatan 1×24 jam diharapkan nyerinya dapat teratasi
Kriteria hasil :
1.Skala nyeri 2-3
2.Wajah klien tampak tidak meringis
3.Klien tidak memegang daerah nyeri
NOC : Kontrol Nyeri
1.Mengenali kapan nyeri terjadi
2.Menggambarkan faktor penyebab
3.Menggunakan tindakan pencegahan
4.Menggunakan tindakan pengurangan {nyeri} tanpa analgesic
5.Menggunakan analgesic yang direkomendasikan

NIC : Manajemen Nyeri
1.Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas, intensitas, beratnya nyeri, dan faktor pencetus)
2.Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
3.Pastikan perawatan anakgesik bagi pasien dengan pemantauan yang ketat
4.Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab dan lama nyeri
5.Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan untuk memilih dan megimplementasikan tindakan penurun nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan.


2.

Resiko infeksi

Setelah dilakukan perawatan selama 3×24 jam diharapkan masalah infeksi dapat teratasi
Kriteria hasil :
1.Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.Jumlah leukosit dalam jumlah normal
NOC : Keparahan Infeksi
1.Kemerahan
2.Demam
3.Hilang nafsu makan
4.Peningkatan jumlah sel darah putih
5.Depresi jumlah sel darah putih

NIC : Kontrol infeksi
1.Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
2.Pertahankan teknik isolasi
3.Batasi pengunjung bila perlu
4.Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk mencuci tangan





3.

1.        

Resiko infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam diharapkan klien mampu :
kriteria hasil :
1.       Klien bebas dari tanda gejala infeksi
2.       Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3.       Jumlah leukosit dalam batas normal


NIC : Kontrol infeksi
1.Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
2.Pertahankan teknik isolasi
3.Batasi pengunjung bila perlu
4.Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk mencuci tangan





BAB 5
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Kesimpulan Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,diet tinggi lemak dan genetik.

5.2    Saran
Saran
Dari penjelasan mengenai konsep Infeksi kolelitiasis  beserta konsep asuhan keperawatan diharapkan pembaca dapat memahaminya, sehingga pembaca dapat memperluas pengetahuan serta dapat memahami dan dapat menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat menegakkan asuhan keperawatan yang profesional.










Daftar pustaka
Pierce A. Grace & Neil R.Borley. (2006). At Glace Ilmu Bedah. (ed.3). Penerbit Erlangga.
Davey, P. (2006). At Glace Medicine. Penerbit Erlangga.
O’callaghan, C.A. (2007). At Glance Sistem Ginjal. (ed.3). Penerbit Erlangga.
Greenberg. (2007). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. (jil.1). Penerbit Erlangga.
Joyce M.Black & Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit ELSEVIER
Diagnosis Keperawatan,(2015-2017) edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Nursing Outcomes Classification, 5th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER.
Nursing Interventions Classification, 6th Indonesian edition, (2016). Penerbit ELSEVIER.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar